Kegelapan Dalam Kabut

https://www.singkilnews.id/2023/05/kegelapan-dalam-kabut_28.html
SINGKILNEWS.ID-Pada shubuh dini hari tanggal 17 mei 2003 para oknum TNI mendatangi ke aceh selatan di bakongan tempatnya di jambo keupok di karnakan mendapatkan informasi dari informan mengatakan, bahwa ada sekelompok GAM di aceh selatan di jambo keupok.
Mereka menyusuri masyarakat yang ada di sana dan menanyakan hal berkaitan GAM tersebut apabila mereka menjawab tidak tau maka mereka akan di siksa, di tendang, dan di pukul oleh oknum TNI tersebut.
Akibatnya, 16 penduduk sipil meninggal setelah ditembak, disiksa, bahkan dibakar hidup-hidup.
Dari Tragedi Jambu Keupok ini mengisahkan duka yang mendalam bagi Rakyat dan truma berat, para warga harus mengungsi selama 44 hari ke sebuah masjid karena takut para anggota TNI akan kembali datang ke Desa Jambu Keupok.
Di balik tragedi cerita singkat di atas diduga para pelaku hingga saat ini lepas dari jeratan hukum HAM berat bahkan ironisnya bukannya pelaku diadili namun malahan diangkat menjadi Aparatur Negara sekarang, seharusnya mereka di berikan sanksi seberat berat mungkin di karnakan mereka sudah membunuh membakar menyiksa masyarakat sipil, mereka masyarakat sipil bukanlah anggota dari GAM mereka hanya masyarakat yang tak tau apa apa tentang hal tersebut.
peristiwa kelam itu tonggak kekuasaan dipegang oleh Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan ia juga mengeluarkan Keputusan Presiden(KEPPRES) Nomor 28 tahun 2003. Tentang darurat Militer (DM) di Aceh. Tapi pada kenyataan nya hal tersebut memang tidak ada baku tembak antara GAM dan oknum TNI masa itu.
Mungkinkah dari KEPPRES Tentang Darurat Militer (DM) hanyalah sebagai opini supaya oknum TNI tersebut lepas dari jeratan hukum HAM berat,entah lah masih menjadi tanda tanya besar,
Sebelum tragedi ini terjadi megawati soekarno putri mendatangi Aceh dan berpidato sambil menangis dalam isi pidatonya megawati berjanji bakal tidak akan terjadi pertumpahan darah lagi di tanah aceh,dia menyampaikan di depan awak media.
Akan tetapi apa yang dia janjikan itu bohong di karna setelah iya berpidato beberapa tahun kemudian terjadi lah jambo keupok di aceh selatan 16 nyawa masyrakat sipil melayang. miris nya lagi
KEPPRES Nomor 28 Tahun 2003.terkesan
menyelamatkan oknum tersebut akan tetapi tidak dengan masyarakat aceh.
Adegan ini bukanlah cuplikan film aksi.tapi kejadian nyata dengan meninggalkan luka yang mendalam yang kini dikenal peristiwa Jambo Keupok. Pembantaian rakyat sipil ini terjadi dua hari menjelang Darurat Militer mulai diterapkan di Aceh sejak 19 Mei 2003. Konflik Aceh meletus dari 1976 dan berakhir damai pada 15 Agustus 2005. Dalam pembantaian itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia menyatakan 12 penduduk meninggal akibat dibakar hidup-hidup dan 4 orang meninggal karena ditembak.
Data itu dimuat dalam Laporan Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Jambo Keupok Aceh, dirilis 14 Maret 2016.
Komnas HAM menyebutkan korban meninggal dibakar hidup-hidup adalah Nurdin–meninggal dalam kondisi terbakar–ada lubang di kepala dan punggung sebelah kanan– Asri, Saili, Dullah Adat, Amiruddin,Tarmizi, Muktar, Usman, Abdul Rahim, Mukminin, Suandi, dan Bustami.
Adapun empat orang meninggal ditembak, yaitu Khalidi di bagian punggung, perut, dan kepala; Kasturi meninggal di samping sekolah dasar; Burahman ditembak oleh 15 orang TNI di kepala, dada kiri, paha kiri, dan betis kanan di jalan depan musala sehingga meninggal; dan Budiman ditembak hingga meninggal.
Bahwa dapat di simpulkan apa yang di katakan pemerintah semua yang ada di masa lalu itu semua adalah semprotan kebohongan di karnakan pemerintah menyelamatkan oknum TNI dan salah satu dari oknum TNI tersebut menjabat menjadi aparatur negara seolah olah peristiwa jambo keupok di anggap tidak pernah terjadi di tanah aceh dan KOMNASHAM juga sudah mengajukan gugatan akan tetapi pemerintah pusat menolak gugatan tersebut berdalih di jambo keupok itu tidak terjadi apa apa.
Dari kisah jambo keupok ini kita sebagai masyarakat aceh harus membela hak hak kita maka kita harus bersuara supaya kita tidak di tindak dan di tindas lagi di tanah aceh oleh siapapun baik itu dari pemerintah pusat dan dari hal lain nya.(Red)
Penulis : Bernama ALDI SANDI, Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Ar-Raniry. Dapat di temui di Instagram @aldi030510