Ringkasan Kajian Sejarah Suku singkil

Foto:takhi dampeng  singkil tempo dulu

Singkinews.id-Asal usul istilah singkil Konon Singkil berasal dari kata “Sekel” yang bermakna “mau”,”berkenan” atau “bersedia”.selasa(22/12/2020).Kemudian lama kelamaan Sekel berubah pengucapan menjadi Singkel dan kemudian menjadi Singkil.

Foto:seorang ibu tua memukul(memain kan)canang kayu musik khas singkil tempo dulu

Menurut Tgk. Lukman Sinar,SH, nama singkil telah terdapat dalam catatan asing pada abad ke 15M. Seorang pencatat Bangsa Portugis yang terkenal bernama Tom Pires dalam laporannya mengenai Nusantara ini dari tempat tinggalnya di Malaka antara tahun 1512M – 1515 M, menulis

tentang Pantai Barat Sumatera. Tom Pires menulis: Selain “Andalar” (Andalas = Minang kabau), “Tiquo” (Tiku) dan Pariaman, “Minhac Barras” (Nias), menyinggung juga tentang kerajaan “Chinqueele” atau “Quinchell” (maksudnya Singkil).

Menurut Tom Pires, Kerajaan Singkil ini berbatasan dengan kerajaan Barus dan disebelah utara berbatasan dengan kerajaan Mancopa atau Daya (Meulaboh). Kerajaan ini menghasilkan Damar, Sutera, Lada, sedikit Emas, dan mempunyai Lancara (perahu yang laju), ada sungai-sungai, tetapi

tidaklah begitu kaya. Singkil berdagang dengan kerajaan Pasai (Pase) dan dengan kerajaan Barus serta dengan kerajaan Tiku dan Pariaman.Selanjutnya nama “Sinckel” juga sudah ditemukan di dalam peta Petrus Plancius di tahun 1592 M (di dalam “Monumenta carthographico” jilid II).

Bukti tertulis lainnya tentang nama Singkil adalah sebagaimana di abadikan di ujung nama ulama besar Syeikh Abdur Rauf as Singkili yg pernah menjabat sebagai Kadi Malikul Adil dimasa pemerintahan Ratu Safiatuddin dan di Zaman tiga Ratu sesudahnya (1657 – 1699 M).

Pemakaian identitas tambahan pada akhir nama adalah hal yang lazim digunakan sejak zaman dahulu oleh para tokoh terutama para Ulama dan Pujangga.. Misalnya : Nuruddin Ar Raniry, Hamzah Fansuri, Prof. Mr. DR. L. J. Van Apeldorn. Untuk Tokoh Aceh juga lazim menggunakan nama

 

daerah/kampong dibelakang namanya, misalnya Tgk.Chik Di Tiro, Tgk. Hasan Tiro, Tgk.Abdullah Ujong Rimba, dll.Menurut ahli sejarah Tgk Lukman Sinar,.Pusat Kerajaan singkil pada zaman dahulu kala ialah

12 Mil memudik pada Simpang Kiri, yang menjadi Kepalanya disana ialah:

-Raja Lela Setia marga Kombih

-Sura di Raja marga Kombih

-Raja Setia marga Capah.”

Kerajaan Singkil pada abad ke 16 sudah takluk pada kerajaan Aceh Darussalam,dan selanjutnya wilayah ini dipimpin oleh raja-raja kecil yang diangkat oleh Sultan Aceh yang kemudian dikenal sebagai Raja sienambelas, artinya terdapat 16 Raja di Aceh Singkil yang diangkat oleh Sultan Aceh,

kesemua kerajaan tersebut mempunyai hak otonom.8 Kerajaan berkuasa di Wilayah Souraya(Simpang Kiri) dan 8 Kerajaan berkuasa di wilayah Cinendang(Simpang Kanan). Dalam perkembangan berikutnya Singkil telah disebut sebagai nama sebuah suku/etnis di Provinsi Aceh.

Menurut Permendagri No.52 tahun 2007 tentang pelestarian pengembangan adat istiadat dan nilai Sosial Budaya Masyarakat, di Provinsi Aceh terdapat 10 (sepuluh) suku bangsa yaitu:

1. Suku bangsa Aceh

2. Suku bangsa Alas

3. Suku Bangsa Aneuk Jamee

4. Suku Bangsa Gayo Lut

5. Suku Bangsa Gayo Lues

6. Suku Bangsa Gayo Serbejadi

7. Suku Bangsa Kluet

8. Suku Bangsa Simeulue

9. Suku Bangsa Singkil

10. Suku Bangsa Tamiang

Muhammad Umar (EMTAS) dalam bukunya Peradaban Aceh dan Hasbullah dalam bukunya Adat Ureung Lingka menyebutkan adanya 8 suku bangsa di aceh yaitu:

1. Suku Aceh

2. Suku Gayo

3. Suku Aneuk Jamee

4. Suku Tamiang

5. Suku Kluet

6. Suku Alas

7. Suku Singkil

8. Suku Simeulu4)

Teuku Syamsudin dalam tulisannya berjudul Kebudayaan Aceh, tahun 1969 sebagaimana dirangkum dalam buku Prof. DR. Koentjaraningrat “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia” menulis bahwa di Aceh terdapat empat bahasa, yaitu:

1. Bahasa Gayo-Alas terdapat di Aceh Tenggara,

2. Bahasa Aneuk Jamee terdapat di Aceh Selatan dan Aceh Barat,

3. Bahasa Tamiang terdapat di Aceh Timur,

4. Bahasa Aceh terdapat di Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie, Aceh Besar, dan sebagian penduduk Aceh Barat.5)Abdul Djunaidi dalam tulisannya “Refitalisasi Bahasa-Bahasa Daerah di Aceh” mengemukakan ada 9 bahasa daerah di Aceh, yaitu:

1. Bahasa Alas

2. Bahasa Gayo

3. Bahasa Teumieng

4. Bahasa Jamee

5. Bahasa Kluet

6. Bahasa Devayan

7. Bahasa Sigulai

8. Bahasa Julu

9. Bahasa Haloban

II.ASAL USUL SUKU SINGKIL

Penduduk asli Aceh Singkil/Pemko Subulussalam tidak lain tidak bukan adalah apa yang disebut sebagai etnis Singkil sekalipun berbagai kalangan memberi penamaan yang berbeda ( ada yg menyebut Julu, Hulu, Boang, Kampong dan Kade-Kade).

Orang Singkil, Orang Pakpak,Alas,Gayo,Karo,Kluet dan Batak Toba adalah bagian dari Manusia Melayu Tua yang bermigrasi dari Hindia belakang ke Nusantara ini pada gelombang pertama sebelum masehi. Orang Singkil pada mulanya bermukim di Pantai Barat Sumatera.

Kemudian menyusur kepedalaman melalui sungai hingga ke hulu Lae Suraya atau Sungai Simpang Kiri terus kehulu (sungai Alas) dan sebagian bermukim disepanjang Lae Cenendang(sungai Simpang Kanan) yang hinga sekarang mendiami daerah Kab Aceh Singkil,Pemko Subulussalam dan sebagian wilayah Aceh Tenggara.

Marga orang Singkil banyak persamaannya dengan marga etnis Pakpak, Karo, Mandailing, Alas, Kluat dan Batak Toba.Namun demikian ada juga marga Orang Singkil yang berbeda.Bahwa besar dugaan nenek moyang etnis Singkil datang kedaerah ini melalui beberapa

gelombang. Pintu masuk kewilayah ini diperhitungkan adalah terutama dari pantai barat Sumatera ke- muara sungai kemudian menyongsong kehulu sungai, sebagian meneruskan perjalanan ke Aceh Tenggara, ke pegunungan tanah Karo dan ke Dairi..

Awalnya pusat permukiman nenek moyang orang Singkil terkonsentrasi pada pinggiran sungai atau daerah aliran sungai dengan berbagai pertimbangan, antara lain:

a.Bahwa daerah aliran sungai tanahnya subur, ikan dan binatang melimpah, pohon sagu banyak sebagai sumber makanan dan sungai digunakan sebagai moda transportasi. Sebagian besar pusat-pusat kerajaan/budaya manusia memang ternyata berada disekitar aliran sungai.

b.Bahwa kerajaan-kerajaan yang ditemukan di Aceh Singkil ini ternyata seluruhnya berada di daerah aliran sungai sebagaimana catatan Tom Pires yaitu kerajaan Singkil yang berpusat 12 mil di aliran sungai Lae Suraya. Demikian juga kemudian kerajaan-kerajaan kecil lainnya pada abad ke 17 dan 18 yang juga seluruhnya berada dipinggiran sungai.

Ditinjau dari berbagai kesamaan dengan suku-suku lain: Alas, Pakpak, Karo, Gayo, Kluet serta Batak Toba, penulis meyakini bahwa etnis tersebut berasal dari nenek moyang yang sama kemudian masing-masing mengembangkan identitas budaya yang bervariasi yang

diakibatkan oleh pengaruh kebudayaan yang masuk belakangan (misal agama, pencampuran dengan kedatangan etnis lain,), pengaruh kondisi alam, pengaruh penaklukan dari kekuasaan yang lebih kuat, dan lain sebagainya.Berdasarkan bukti-bukti sejarah bahwa dari Singkil ini paling tidak telah diakui adanya 2

orang tokoh ulama besar yang sangat terkenal didunia internasional yaitu 1).Syeikh Abdur Rauf as Singkily. Nama lengkapnya adalah Syeikh Abdur Rauf Ali al Fansury as Singkily al Jawi (lahir tahun 1605 di Taraju, Kec. Suro, Aceh. Singkil) mengembangkan pendidikan Islam di Kuala Krueng Aceh dan wafat di Kuala Banda Aceh. Selanjutnya 2). Syeikh Hamzah

Fansuri lahir dan dimakamkan di Oboh dekat Rundeng, sekarang wilayah Pemko Subulussalam, tepat dipinggir sungai Lae Souraya. Dari bukti tersebut, dapat diduga bahwa Etnis Singkil ini sejak abad ke 15 sesungguhnya telah berbudaya tinggi. Bahwa assimilasi etnis lain dgn etnis Singkil diikuti dengan kesediaan melakukan sedikit

perubahan (misal merubah sedikit penamaan marga diujung nama mereka). Hal ini dapat kita lihat misalnya Raja Indera Mulia di Kikim bermarga Sibarutoh, padahal pada etnis Pakpak disebut marga Berutu, Penghulu Kikim marga Perbantim, kalau di Pakpak biasa dinamakan

 marga Bancin. Contoh lain Raja Made Gala-gala nama Datuk Ahmad marga Pokan, padahal di etnis Batak disebut marga Pohan,. Bahkan kadang-kadang ada ditemukan seseorang yang memakai marga “Melayu” atau marga “Aceh” padahal etnis Melayu dan Aceh tidak punya marga.

Ini merupakan suatu bukti betapa mereka (pendatang) mencoba masuk menjadi “orang dalam” menjadi orang Singkil dengan senang hati dan tanpa beban, sehingga rasa persaudaraan akan semakin mudah tumbuh dengan komunitas penduduk asli.Berdasarkan pengamatan, nampaknya proses percampuran yang agak kurang ikhlas adalah proses

percampuran dengan pendatang dari Minangkabau atau yang di Aceh disebut suku Aneuk Jamee. Hampir pada seluruh daerah konsentrasinya, mereka sangat setia untuk tetap pada budaya asalnya, terutama penggunaan bahasa daerah maupun adat.

III. KESIMPULAN:

1.Nama Singkil konon berasal dari kata “Sekel” artinya mau,bersedia ,berkenan. Nama Singkil sudah dikenal semenjak abad ke XV sebagai nama Kerajaan,terdapat berbagai variasi penulisan sebagai berikut: Tom Pires menulis CHINQUEELE dan QUINCHELL, Petrus

Plancius menyebut SINCKEL dan Syeikh Abdur Rauf menulis as Singkily. Selanjutnya pada masa dibawah administratif Kab. Aceh Selatan, daerah ini disebut sebagai daerah Pembantu Bupati Wilayah Singkel dan terakhir dalam UU tentang Pembentukan Kabupaten disebut sebagai Kabupaten Aceh Singkil.

2.Hingga saat ini terdapat berbagai penamaan untuk menyebut suku/etnis dan bahasa Singkil,yaitu: penyebutan penamaan Suku Singkil, Suku Julu/bahasa julu, Suku hulu/bahasa hulu, Orang Kampong/bahasa kampong, bahasa boang dan malah ada memberi nama bahasa kade-kade.

3.Berdasarkan perbandingan dengan asal-usul etnis Batak, Alas, Gayo dan asal usul etnis Pakpak dapat diperkirakan bahwa asal-usul nenek moyang penduduk suku Singkil (etnisSingkil) adalah manusia purba yang bermigrasi dalam beberapa gelombang, sejak zaman prasejarah. Gelombang kedatangan itu diperkirakan sebagai Manusia purba Austro

Melanesoid. Pada zaman itu diperkirakan sudah ada Manusia Wajak (Homo Wajakensis) yang melakukan beberapa gelombang migrasi dari Australia menuju Barat dan Timur Nusantara. Gelombang yang menuju barat diperkirakan mendarat di belahan barat sumatera, lalu menetap di pantai, muara/kuala sungai, ke hulu sungai dan seterusnya ke pegunungan.

Manusia inilah asal nenek moyang Orang Singkil, Toba, Alas, Gayo, Pakpak ,Kluet danKaro.Dengan demikian etnis Singkil adalah turunan dari nenek moyang yang sama dengan etnis Toba,Karo,Gayo,Alas,Pakpak,Kluet yang kemudian membentuk budaya sendiri.

4.Terdapat bukti banyak kesamaan fisik maupun budaya (adat, bahasa, marga) antara penduduk etnis Singkil dengan etnis Toba, Karo, Gayo, Alas, Pakpak ,Kluet dan Karo. Berdasarkan kesamaan tersebut penulis berpendapat bahwaP Orang Singkil adalah satu rumpun dan nenek

moyang mereka awalnya berasal dari satu kelompok manusia purba dan kemudian dalam perjalanan sejarah abad berikutnya terjadi percampuran dengan etnis pendatang lainnya seperti Minangkabau, Nias, Aceh, bahkan etnis India dan Arab. Kedua etnis terakhir ini datang ke Singkil membawa kebudayaan Islam.

 Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa yang disebut sebagai penduduk asli Aceh Singkil sekaligus disebut Etnis Singkil adalah kelompok masyarakat yang selama ini mendapat berbagai penamaan yaitu Orang Kampung,Orang Julu, Orang Hulu, Orang Boang atau Orang yang memakai bahasa kade-kade.

Artikelini di relis di Singkil April 2017.

Penulis:H.A.ASLYM COMBIH,SH,MSi.

 

 

 

 

 

 

 

Related

SOSIAL 8714741037170487494

Post a Comment

emo-but-icon

item